Restorasidaily.com, Jakarta: Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Erwin Ricardo Silalahi menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi alat politik sebuah kelompok tertentu. Tudingan ini menyusul rencana KPK yang bakal mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru setelah kalah di praperadilan Setya Novanto.
Tudingan tersebut bukan tanpa sebab. Pasalnya Erwin melihat ada kejanggalan lantaran lembaga antirasuah itu akan mengeluarkan sprindik baru untuk Novanto.
“Kenapa KPK tidak menerbitkan sprindik baru terhadap pak Hadi Poernomo dan Budi Gunawan? Ini semakin mempertegas justifikasi masyarakat bahwa KPK berada di dalam radar sebuah pengaruh kekuatan besar dan menjadi alat politik kekuatan tertentu,” tegas Erwin di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Sabtu 30 September 2017.
Selain itu, Erwin juga mempertanyakan kelanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (peralatan bongkar muat peti kemas) di PT Pelindo II dengan tersangka RJ Lino.
Ia mengaku heran, KPK tak jua menahan Lino. Padahal, Lino sudah ditetapkan tersangka sejak 2015 silam.
Atas dasar itu, Erwin menilai KPK tebang pilih dalam mengusut kasus korupsi. Menurutnya, ada suatu kelompok kekuatan besar yang mengendalikan KPK sehingga langkah-langkah KPK tidak lagi dalam dimensi penegakan hukum, tapi langkah politik tertentu.
Saat didesak oleh wartawan, kelompok politik mana yang menguasai KPK, Erwin enggan membeberkan. Menurutnya, wartawan lebih mengetahui hal tersebut.
“Wartawan pasti lebih tahu,” ucapnya.
Oleh sebab itu, ia meminta Presiden Joko Widodo untuk segera turun tangan membenahi KPK. Menurutnya, hal ini agar KPK bisa kembali bekerja sesuai koridor hukum, bukan politik.
“KPK harus bekerja profesional, jangan KPK terseret golongan politik tertentu, karena KPK apabila dia melakukan langkah-langkah hukum di luar hukum acara, ini beerbahaya bagi penegakan hukum,” tandas Erwin.
Sebelumnya, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, pihaknya akan mempelajari dan meneliti ulang hasil putusan hakim tunggal Cepi Iskandar setelah mengabulkan permohonan gugatan praperadilan Novanto. Menurut Setiadi, pihaknya masih bisa menjerat kembali Novanto sebagai tersangka. Itu mengacu pada peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016.
“Aturan MA menyebut bahwa apabila dalam penetapan tersangka dibatalkan, penyidik dibenarkan untuk mengeluarkan surat perintah baru,” kata Setiadi sesaat setelah putusan praperadilan Novanto.
Setiadi menegaskan, KPK tidak akan tinggal diam. Biro Hukum KPK akan mengevaluasi titik yang menjadi kelemahan. Tim penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta Pimpinan KPK akan berkumpul untuk menyusun strategi baru.
(MTVN)