Restorasidaily.com | KARO
Ribuan hektare tanaman jagung di Kecamatan Tigabinanga, Laubaleng dan Kecamatan Mardinding, Kabupaten Karo diprediksi bakal gagal panen (puso), akibat musim kemarau panjang yang melanda daerah ini sekitar 3 bulan lebih.
Ancaman kekeringan tersebut sangat berdampak buruk bagi kelangsungan hasil produksi petani. Sebab, bukan saja tanaman jagung yang gagal panen, tapi seluruh lahan pertanian produktif terancam mengalami kekeringan. Walhasil, para petani juga ikut merugi ratusan juta rupiah.
“Yah, dipastikan tanaman jagung kami gagal panen akibat kekurangan air. Banyak yang mati dan tidak berbuah, ada juga yang masih tumbuh tapi pertumbuhannya lambat, batangnya kerdil (pendek) dan daunnya ringut (keriput),” ucap seorang petani bermarga Sembiring (45) di Desa Tigabinanga, Senin (23/10/2017).
Dikatakan, peristiwa gagal panen sering terjadi di daerahnya. Namun Pemerintah Kabupaten Karo tidak bisa memberikan solusi untuk mengatasi gagal panen yang merugikan petani.
“Dampak kekeringan ini bukan kami saja yang merugi, tapi akan berpengaruh juga bagi tanaman pangan yang menjadi tumpuan masyarakat lainnya. Jika pemda tidak dapat memberikan solusinya,” ketusnya.
Hal senada juga dikatakan, Nuke Ginting (50) Petani Jagung asal Desa Mardinding. Lahan pertanian miliknya telah ditanami Jagung sekira 3 bulan yang lalu dengan harapan hasilnya memuaskan. Namun perkiraannya meleset,
“Saat ini tanaman jagung mulai kuning dan kering, bahkan batangnya kerdil dan banyak yang mati. Yah, kali ini saya dipastikan akan merugi. Gak tau lagi mau mengadu kemana,” lirihnya.
Pergerakan atau jarak rembesan air, tersedia didalam tanah rata-rata 65-100 cm. Sehingga jarak rembesan tersebut jelas akan berpengaruh pada penyerapan zat hara maupun air bila tanaman memiliki morfologi perakaran yang pendek.
“Bila terjadi musim kemarau maka jarak rembesan air dalam tanah bisa lebih dalam lagi, akibatnya tanaman yang memiliki perakaran pendek dan dangkal akan mengalami kekeringan,” tambahnya lagi.
Terpisah, menanggapi hal ini, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Komite Eksekutif Badan Penelitian Aset Negara (BPAN) Lembaga Aliansi Indonesia Kabupaten Karo, Sarjana Ginting mengatakan jika hal ini sering terjadi tentunya sangat berdampak bagi kerawanan pangan dan produksi tanaman. Karena, bukan saja para petani yang merugi tapi pemerintah juga akan merugi.
“Jika produksi petani kurang berarti pemerintah daerah gagal mendukung program ketahanan pangan dari pemerintah pusat. Jadi bantuan bibit unggul dari pemerintah pusat akan sia-sia akibat kemarau panjang. Begitu juga dengan infrastruktur pertanian tidak mendukung untuk mengatasi kekeringan,” ujarnya.
Untuk itu, dia berharap agar pihak Pemerintah Daerah dapat melakukan pendekatan teknis seperti mengefektifkan informasi prakiraan iklim yang dihasilkan dari BMKG atau lembaga cuaca lainnya untuk memprediksi terjadinya kekeringan dan menentukan alternatif teknologi antisipasinya.
Selain itu, memanfaatkan peta rawan kekeringan sebagai informasi awal dalam memantau kekeringan dalam kondisi iklim normal serta melakukan analisis dampak anomali iklim terutama terhadap pergeseran musim (awal musim kemarau, musim hujan), penurunan curah hujan tahunan, dan membandingkan musim kemarau dan musim hujan dengan kondisi normalnya.
“Kan dari situ kita bisa menentukan saat dan masa tanam yang tepat dengan memanfaatkan analisis neraca dan kecukupan air untuk mengetahui defisit dan surplus air saat masa tanam yang tepat pada kondisi iklim normal,” tutupnya.
Sementara, sumber data dari BPS Kabupaten Karo tahun 2015 Kecamatan Tigabinanga memproduksi jagung sebanyak 180.301 ton, Kecamatan Lau Baleng 112.799 ton dan Kecamatan Mardinding 82.60 ton.
Sekedar diketahui, Kecamatan Tigabinanga merupakan salah satu penyumbang terbesar produksi jagung dan kategori daerah terbaik di Kabupaten Karo untuk produksi jagung.(Anita)
