Restorasidaily.com | KARO
Hangatnya isu sara akhir-akhir ini di Indonesia membuat masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, organisasi agama dan masyarakat lainnya menanggapi positif kegiatan dialog umat beragama yang digelar FKUB Sumut dan Rumah Komunikasi Lintas Agama di Gedung MICC Medan, Kamis (7/12) guna mempererat hubungan persaudaraan antar umat beragama demi keutuhan NKRI.
Salah satunya Organisasi Kerukunan Keluarga Kawanua (K3) Sumut yang diketuai H. Rolly Piay. Dikatakannya, Kerukunan antar umat beragama di Indonesia merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga kerukunan tersebut tidak hanya dapat dirasakan atau dinikmati oleh kalangan-kalangan atas saja.
“Indonesia milik semua umat yang hidup didalamnya, untuk itu keutuhannya merupakan tanggungjawab kita semua. Harapan kami dalam kegiatan ini, semoga bisa menginspirasi semua elemen masyarakat di Sumut untuk senantiasa menjaga dan menciptakan kerukunan dan perdamaian dalam perbedaan,” ujar Ketua K3 Sumut H. Rolly Piay didampingi Sekretarisnya Ir. Jimmy AP. Lumonon, Kamis (7/12/2017) disela-sela menghadiri acara tersebut.
Diharapkannya, dari kegiatan dialog persaudaran antar umat beragama di Sumut bisa terjaga. Untuk itu, para panitia pelaksana bisa mem-follow up kegiatan ini dalam bentuk kerja riil sehingga tidak hanya sebatas dialog saja.
“Kami merasa sangat bangga karena bisa ikut berkonstribusi dalam pelaksanaannya dan bisa memahami perspektif masing-masing agama dan golongan etnis tentang penghargaan terhadap pluralitas dan kebangsaan. Seperti organisasi K3 ini merupakan organisasi keluarga kawanua asal Minahasa, Sulut yang selalu menjaga kebersamaan dan menjadi saudara yang saling menopang meskipun masing-masing anggota berlainan agama,” ucapnya.
Lebih lanjut dikatakannya, permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan harus dicarikan solusinya seperti dialog antar pemeluk agama, bersikap optimis dan perlunya perpektif baru dalam melihat hubungan antar agama. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya.
“Masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Hal ini merupakan tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antar penganut agama,” ungkapnya mengakhiri. (Anita)
