Restorasidaily.com | PEMATANGSIANTAR
Vonis bebas Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar yang diketuai Fitra Dewi SH MH terhadap Mangara Tua Siahaan (34), terdakwa kasus dugaan tindak penganiayaan hingga menewaskan bocah 2,5 tahun, Jolio Sinaga, memuai kecaman dari Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait. Ia menilai putusan itu dinilai mencederai harkat dan martabat anak.
“Putusan Bebas Hakim PN Siantar itu telah merampas kemerdekaan dan harkat marbat anak”, kata Arist Merdeka Sirait melalui balasan Whats App (WA) pribadinya, Jumat (15/12/2017) sore kemarin.
Dijelaskan, perbuatan Mangara itu terhadap korban dinilai secara sadis dan tidak berprikemanusiaan. Hasil penyidikan penyidik Polres Pematangsiantar yang dipimpin Aiptu Marlon Siagian menemukan fakta bahwa terdakwa Mangara memukul kepala korban dengan sekuat tenaga di bagian samping korban, lalu dipukul dibagian belakang hingga korban terbentur ditiang kayu kamar.
Setelah korban terjatuh lalu Mangara bukan berhenti menyiksanya namun justru mengulang perbuatannya dengan cara menginjak bagian punggung korban hingga patah. Setelah diinjak, Mangara dengan tenangnya meninggalkan korban di rumah lalu mengunci pintu rumah itu, bahkan menyerahkan kunci kepada ibu asuh korban.
Fakta ini dikuatkan dengan hasil rekonstruksi yang dilakukan penyidik dengan Mangara, serta dikuatkan pula dengan hasil Visum Et Repertum (VER) yang dikeluarkan RSUD dr Djasamen Saragih yang menyatakan bahwa korban meninggal dunia akibat benturan benda tumpul di bagian kepala.
Peristiwa ini berawal ketika Mnagara pada hari Senin 23 Maret 2017 bertandang ke rumah ibu asuh korban, lalu bertemu dengan korban dan mengajak korban bercanda namun ditolak korban karena korban seringkali merasa mendapat cubitan ketika korban bercanda dengan Mangara.
Atas penolakan itulah membuat Mangara tersinggung dan marah kemudian menampar, menendang serta menginjak korban secara membabi buta hingga korban tewas.
Atas perbuatan Managara oleh Anna Lusiana SH selaku JPU Kejari Siantar dituntut dengan padal 80 ayat (3) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara namun Fitra Dewi SH MH yang bertindak sebagai ketua Majelis hakim yang memeriksa perkara penganiayaan dan pembunuhan korban ini justru memvonis bebas Mangara dari segala tuduhan membuat semua pengunjung sidang histeris dan tidak yakin atas putusan bebas yang dibacakan Hakim Fitra Dewi.
Atas putusan bebas itu Arist menegaskan Komnas PA sebagai lembaga pelaksana tugas dan fungsi keorganisasian dari Perkumpulan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Pusat memberikan pembelaan dan perlindungan Anak di Indonesia, demi keadilan bagi korban dan keluarganya serta sebagai upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran hak anak mendukung penuh upaya JPU untuk segera melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Arist putra Siantar ini, menyampaikan
Putusan bebas atas perkara-perkara kejahatan terhadap anak dengan alasan Tidak ada saksi yang melihat seringkali menjadi alasan utama para hakim di PN Siantar memutus Bebas terdakwa sehingga gerakan pemenuhan dan perlindungan anak di Siantar dan Simalungun menjadi terhambat. Alasan itu juga menunjukkan Siantar Simalungun terbukti wilayah darurat kekejahatan terhadap anak dan tak latak bagi anak. Parameternya adalah putusan hukum bebas terhadap pelaku kejahatan terhadap anak yang tidak sensitif pada anak dan tidak berkeadilan salah satu bukti bahwa Siantar Simalungun, sekali lagi tidak bersahabat untuk anak.
“Komnas PA segera bertulis surat untuk melaporkan dan mendesak Ketua MA untuk melakukan evaluasi terhadap hakim-hakim PN Siantar selaku pekerja hukum yang seringkali melakukan putusan bebas terhadap para penjahat dan predator anak dan yang tidak sensitif dengan hak-hak anak dan putusannya. Komnas PA akan terus dan tidak kenal lela mengajak masyarakat dan pemangku kepentingan anak di Siantar dan Simalungun dan anak di Indonesia untuk melawan para predator kejahatan terhadap anak”,ujar Arist Merdeka Sirait mengakhiri. (Ridho)