Restorasidaily.com | SIMALUNGUN
Tak semua pernikahan dan bahtera rumah tangga bertahan dan berakhir bahagia selamanya. Karena berbagai sebab dan faktor, sebuah pernikahan bisa berujung pada suatu perceraian.
Begitu pula yang terjadi di Kabupaten Simalungun, angka perceraian semakin melonjak dari tahun ke tahun. Gugatan perceraian yang didaftarkan masyarakat, sebahagian besar dengan alasan faktor ekonomi yang tidak mencukupi serta adanya hubungan asmara lain.
Sesuai data yang diperoleh Restorasidaily.com dari kantor Pengadilan Agama Kabupaten Simalungun, jumlah perkara perceraian yang masuk mulai Januari hingga akhir 2017 sebanyak 820 gugatan, ditambah sisa perkara yang belum terselesaikan di Tahun 2016 sebanyak 109 perkara, menjadi total 929 perkara,namun yang sudah diputus sebanyak 791 perkara.
“Jumlah itu mengalami kenaikan dibanding pada Tahun 201. Dari perkara sebanyak itu, masih ada sisa 138 yang belum diputuskan”, sebut Humas PA Simalungun, Syahrul melalui stafnya bernama Nanda, Selasa (16/1/2018) sekira pukul 13.00 WIB.
Disinggung tentang biaya perkara yang dibebankan ke masyarakat yang mengajukan gugatan perceraian, Nanda menyarakan bahwa biayanya bervariasi tergantung alamat dan jarak tempuh domisili dari kantor Pengadilan Agama Kabupaten Simalungun yang berada di Jalan Asahan depan Komplek Perumahan BAS, Kecamatan Siantar.
Sedangkan terkait harta gono-gini yang diperebutkan dari setiap pasangan yang telah bercerai, Nanda enggan mengomentarinya karena diselesaikan secara tertutup.
Kasus perceraian tersebut kebanyakan dilakukan oleh pasangan yang berusia di bawah 35 tahun. Mereka itu rentan dengan ketidaksiapan akan tingginya biaya hidup sedangkan penghasilannya sangat minim.
Lalu, adanya jalinan hubungan asmara lain, apakah itu dari pihak istri atau suami yang menjadi penyebab keretakan rumah tangga hingga berakhir pada perceraian, sejatinya bukanlah menjadi penyebab utamanya. Hadirnya WIL ataupun PIL biasanya hanyalah efek domino dari adanya masalah yang tidak terselesaikan dalam rumah tangga.
Tentu hal itu sangat berpengaruh buruk bagi mental anak-anak bagi mereka yang telah memiliki keturunan. Sedangkan bagi mereka yang belum punya anak, bisa berdampak negatif bagi pengalaman perjalanan hidupnya masing-masing.
Penulis : Ridho
Editor : Hendro Susilo