Restorasidaily.com | KARO
Menyikapi rencana kunjungan Tim Reactive Monitoring Mission (RMM) Tim Internasional Union For Conservasition of Nature and natural Resource (IUCN)-UNESCO Paris yang dijadwal bulan Pebruari-Maret 2018 sebagai tindak lanjut hasil sidang WHC (World Heritage Centre) ke-41 tahun 2017 di Krakow Polandia untuk mengeluarkan TRHS (Tropical Rainforest Heritage of Sumatra) dari daftar bahaya (Endangered List) 2018.
Diperlukan dukungan pemerintah Indonesia untuk pelaksanaan kegiatan tim tersebut di atas, didukung dengan agenda rapat yang sudah dilaksanakan sebelumnya di Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) 10 Januari 2018, tindak lanjut tim tersebut akan berkunjung ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) terkait Panas Bumi, kawasan Ekologi dan Aceh Spatial Plan.
Hal itu diungkapkan Bupati Karo Terkelin Brahmana SH didampingi Kepala Bappeda Nasib Sianturi MSi dalam rapat di gedung Kemenko PMK, Jumat (19/1) Jalan Merdeka Barat No 3 Jakarta Pusat. Bupati Terkelin Brahmana di sela-sela rapat menuturkan kepada ketua pimpinan rapat, Dr Ir Pamuji Lestari MSc sebagai Asisten Deputi Warisan Budaya pada Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan, selain menyamakan persepsi tentang TRHS, agar agenda kedatangan Tim UNESCO ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dapat membantu Kabupaten Karo.
Hal ini saya utarakan, kata bupati, mungkin semua lapisan masyarakat sudah tahu, bahkan berharap juga, terutama Pemda Karo sudah lama berulangkali melobi, baik tingkat provinsi dan pusat terkait pembukaan jalan tembus Kabupaten Karo-Langkat yang melewati kawasan TNGL, dengan tujuan sebagai jalur evakuasi bagi pengungsi erupsi Gunung Sinabung menuju Langkat dan Binjai dan kedua jalan alternatif Karo-Langkat melalui jalan Kutarakyat tembus Telagah Binjai, untuk mengurai kemacetan parah yang sering terjadi di jalur lintas Berastagi-Medan maupun sebaliknya.
“Namun selama ini pembangunan belum terlaksana efektif, kendalanya karena kawasan tersebut masuk kawasan hutan TNGL sehingga membutuhkan rekomendasi dari badan UNESCO untuk pemanfaatan kawasan hutan menjadi jalan penghubung Karo-Langkat,” ungkap bupati.
Derasnya tuntutan masyarakat agar jalur Karo-Langkat dijadikan sebagai jalur alternatif, sangat diterima akal, mengingat seringnya macat parah jalur utama Medan-Berastagi. Sekarang perlu disikapi, karena sejak adanya erupsi Gunung Sinabung, banyak masyarakat Karo di lapangan mengatasnamakan pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung, menguasai lahan tanah kawasan di dalan jahe seputaran jalan tembus Karo-Langkat.
“Jadi, mari samakan persepsi sebelum tim turun kelapangan, agar mengetahui kondisi kawasan TNGL terletak di bawah kaki gunung Sinabung, sebab kawasan hutan mulai desa Kutarayat sudah rata dirambah oknum-oknum masyarakat dan dikuasai dijadikan sebagai lahan pertanian atas nama masyarakat pengungsi, sesuai isu yang berkembang,” sebut Terkelin.
Beda dengan kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan yang masuk kawasan TNGL masih terawat dan terjaga. “Maksud saya, apakah tim nantinya saat datang tidak ‘tergganggu’ di daerah Kutarakyat, ini sekadar informasi, agar tim mencari solusi jika hal tersebut nantinya terganggu bersama UNESCO,” kata bupati.
Kabid TNGL Rahmat Saleh, menanggapi terkait apa yang diutarakan Bupati Karo, tentang adanya isu jalan tembus Karo-Langkat sebagai jalur evakuasi dan jalan alternatif sekaligus sebagai jalur mengurai kemacetan Berastagi- Medan, dibenarkan Rahmat.
“Sudah lama memang diusulkan ke TNGL, jalan tembus Karo-Langkat diperuntukkan sebagai jalan alternatif, ini semua sudah diproses di TNGL, hanya saja jalan tembus ini diminta untuk dibebaskan guna peningkatan jalan dan sedang tahap proses,”terang Rahmat. (Anita)