Restorasidaily.com | KARO
Pengadaan lahan (tanah) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang diganti dengan nama Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Desa Dokan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, seluas 5 hektar berbiaya Rp2 miliar yang bersumber dari APBD 2017, diduga mark-up dan bakal dibidik penyidik Kejaksaan Negeri Kabanjahe.
Pasalanya, lokasi lahan TPA yang sebelumnya menuai penolakan dari masyarakat sekitar, itu terindikasi adanya harga lahan tidak sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang sebenarnya.
Sesuai informasi yang laik dipercaya, harga tanah di Desa Dokan seharga Rp200 jt/hektar atau Rp20 ribu/meter. Namun untuk harga pengadaan lahan tersebut membengkak menjadi Rp.40 ribu/meternya. Dari NJOP yang ada, harga tanah membengkak Rp20 ribu/meternya. Jika dikalikan dengan luas tanah seluas 1 hektar, maka keuntungan yang didapat oleh oknum-oknum di Pemerintah Kabupaten Karo melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman sebesar Rp200 juta/hektar. Bahkan bukan itu saja, pengadaan lahan tersebut yang ditampung di APBD seharusnya seluas 7 hektar bukan 5 hektar.
“Semua pengadaan lahan Pemkab, baik itu pembelian lahan untuk TPA, RSU dan TPU perlu adanya ketransparanan atau memerlukan panitia pengadaan. Ini semua sudah main, sengaja di luasnya dipecah agar bisa dilakukan tanpa panitia pengadaan. Karena data yang didapat, luas tanah TPA yang harus dibeli seluas 7 hektar bukan 5 hektar. Ini perlu ditelusuri pihak berwajib, Kejari dan KPK”, ucap seorang sumber yang dapat dipercaya.
Disebutkan, sesuai investigasi, pengadaan lahan tersebut dilakukan oleh salah satu oknum yang diduga mempunyai hubungan emosional dengan sejumlah petinggi di lingkungan Pemkab Karo. Bahkan disebut-sebut mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Bupati Karo.
“Dugaan kami kesana, tapi kami belum tahu persisnya. Karena masih melakukan investigasi lagi,” ujarnya.
Menurutnya, investigasi tersebut, selain untuk menelusuri dugaan terjadi mark up harga dan luasnya, juga untuk mengetahui soal status lahan. Apakah lahan tersebut benar-benar tidak bermasalah, baik dari segi Undang-Undang maupun dari segi peraturan yang lain.
Jika nantinya ditemukan adanya pelanggaran, semisal bertentangan dengan UU maupun peraturan, maka dirinya tidak akan segan untuk melaporkan ke KPK jika Kepolisian dan Kejari tidak merespon laporan yang sudah masuk.
”Pasti kami tidak akan tinggal diam. Karena ini demi kepentingan rakyat. Jika terdapat kejanggalan yang sampai melawan hukum pasti kami laporkan ke KPK. Biarkan saja hukum yang berbicara nantinya,” sebutnya.
Sementara Kadis Lingkungan Hidup Ir. Timotius Ginting ketika dikonfirmasi melalui Whatssap, Sabtu (20/1/2018) sekira pukul 10:55 WIB, urusan pembelian lahan bukan ranah dinasnya. Bahkan kepolisian dan Kejaksaan juga sudah meminta keterangan. Tapi bukan ranahnya memberikan keterangan karena pengadaannya dilaksanakan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman.
“Kalau soal pembelian bukan gawe DLH tapi gawe disperkim. Ini juga sudah diminta kepolisian dan kejaksaan, kami tak mungkin memberi keterangan apapun karena berkasnya tak ada diserahkan ke DLH pada awal tahun 2017. Yang jelas, jika TPA gagal dibuat di Dokan adalah kerugian besar untuk Kabupaten Karo, sebab yg kami rencana bangun disana adalah bukan seperti embang pasiung atau nang belawan yang model Open Dumping”, tulisnya melalui What’sApp.
Timotius Ginting menerangkan bahwa yang direncanakan adalah Control Landfill ke arah Sanitari Landfill. Yang memerlukan ratusan milyar untuk membangunnya.
“Yang kami rencanakan akan memproduksi Gas Metan/semacam pengganti LPQ, Kompos dan produk hilir yang bermanfaat langsung bagi masyarakat. Baru di perencanaan saja pun sudah dipolitisisasi ya maaf saja…Dokan akan tertinggal dan kita tinggalkan!),” balasnya melalui What’sApp. (Anita)
