Restorasidaily.com | KARO
Aksi pungutan liar (pungli) yang dilakukan sejumlah oknum pegawai dinas terkait di Pemkab Karo terhadap para pedagang di areal objek wisata Air Terjun Sipiso-Piso, yang terletak di Desa Tongging, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, semakin merajalela.
Puluhan pedagang kios Souvenir, Pakaian Jadi dan Rumah Makan di area objek wisata Air Terjun Sipiso-Piso terpaksa mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah untuk membayar uang sewa lahan, kebersihan, keamanan dan lain sebagainya, yang disinyalir masuk ke kantong pribadi para oknum pegawai yang terlibat dalam aksi pungli tersebut.
Alhasil, sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Karo yang diharapkan bisa terdongkrak dari areal objek wisata tersebut, menjadi kacau dan tidak sesuai yang diharapkan.
Menurut sumber yang tak ingin namanya disebut mengatakan, puluhan kios yang terdaftar atau masuk data di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan hanya berkisar 25 unit, dengan luas yang ditetapkan (resmi) seluas 25 meter.
Sementara, jika luasnya ditambah, pelaku pungli meminta biaya tambahan sebesar Rp40 ribu per kios setiap bulannya. Itu belum termasuk setoran resminya.
“Kemana biaya tambahan itu dimasukkan, ke kantong pribadi?. Begitu juga dengan retribusi yang dikenakan kepada para pengunjung. Dinas terkait dalam hal ini dinas pariwisata terlalu pintar dalam melakukan strategi dalam aksinya. Seperti masalah tiket masuk yang dikenakan Rp4 ribu per orang, sesampai di dalam dikutip lagi uang parkir. Jadi orang yang berkunjung ke situ mau parkir dimana?. Masa objek wisata tak menyediakan lokasi parkir, aturannya dari tiket itu sudah termasuk fasilitas parkirnya,” ketusnya.
Hal ini tentunya, bukan untuk membangun Tanah Karo agar lebih baik kedepannya dan mensejahterakan masyarakat. Bahkan citra Pemkab Karo akan semakin jelek di mata para pengunjung. Jika pengelolaannya seperti ini.
“Apakah seperti ini cara mengelola pariwisata yang baik?. Saya selaku warga kabupaten karo merasa malu dengan banyaknya pungutan liar yang terjadi di beberapa tempat objek wisata. Karena bukan disini saja, di pemandian air panaspun begitu. Pelaku pungli bergerilya selama 24 jam disana,” ujarnya.
Untuk itu diharapkan kepada Bupati Karo beserta jajarannya agar segera menertibkan dan memberantas oknum pelaku pungli. Bahkan si oknum juga ada yang menggunakan seragam ASN. Keindahan alam dan objek wisata di Tanah Karo, jangan sampai dirusak oleh oknum ASN di Dinas terkait yang tidak bertanggungjawab yang imbasnya jumlah pengunjung akan menurun.
Karena dengan keberadaan mereka selain wisatawan yang dirugikan juga Kabupaten Karo pun dirugikan karena tidak ada pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari kawasan wisata. Karena hanya sebagian kecil yang masuk PAD, sedangkan sebagiannya lagi masuk kantong-kantong pribadi.
Sementara dari hasil investigasi di lapangan, para pemilik kios membenarkan adanya pembayaran sewa lahan dan kios yang dibayarkan kepada Dinas Pariwisata.
“Iya, kalau kami membayar R100 ribu/bulan (Rp.1,2 juta/thn) untuk sewa lahan saja. Kalau bangunannya milik sendiri, kita hanya sewa lahannya saja. Sedangkan pajak minuman diminta 300 ribu/ tahun, untuk rekening air dan sampah itu lain lagi. Begitu juga dengan ukuran luas bangunannya. Jika luasnya ditambah harus membayar Rp.40 ribu/bulannya”, ungkap seorang pemilik kios Rumah Makan kepada wartawan, Rabu (6/2/2018) sekira pukul 12:30 WIB.
Menanggapi hal ini, Kadis Pariwisata Ir. Mulia Baru melalui Kasi Objek dan Daya Tarik Wisata Drs. Erbin Tarigan ketika dikonfirmasi melalui telepon seluler membantah adanya penambahan pembayaran sewa kios.
“Penambahan bayarannya itu gak ada kita minta, kita hanya mengutip sesuai dengan luas yang ditetapkan, seluas 8 meter. Kalau penambahan luasnya gak kita minta bayarannya. Sedangkan jumlah kiosnya berkisar 40 unit. Itupun berbeda-beda pembayarannya, ada yang Rp.40 ribu perbulan untuk pedagang souvenir dan Rumah Makan hanya sebesar Rp.1 juta pertahun. Kalau soal uang keamanan, kebersihan, air bersih dan perparikan, itu bukan ranah kami”, pungkasnya. (Anita)
Discussion about this post