Restorasidaily | PEMATANGSIANTAR, SUMATERA UTARA
Pemerintah Kota Pematangsiantar, Provinsi Sumatera Utara, mengalokasikan anggaran sebesar Rp42 miliar untuk pencegahan dan penanganan wabah virus corona. Sebagian dari anggaran itu, tentunya digunakan untuk pengadaan alat kesehatan oleh Dinas Kesehatan yang tergabung di Gugus Tugas Penanganan Covid-19.
Namun disayangkan, hingga kini, tata kelola pengadaan alat kesehatan yang disinyalir rawan dikorupsi itu sangat minim dari pantauan dan pengawasan oleh beberapa pihak, yang diharapkan peran sertanya.
Sebagai contoh, untuk tahap pertama, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 melalui Dinas Kesehatan, telah membeli 1000 alat Rapid Test dari PT GSM (Global Systech Medika) di Jakarta. Namun, ketika dicoba melakukan penelusuran tentang berapa harga alat rapid test tersebut, sangat sulit mengaksesnya.
Bahkan, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, dr Ronal Saragih, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), pun tak memahami pasti berapa harganya.
“Yang pertama kemarin itu, seribu ya. Itu, kita akan pesan lagi nanti. Harganya, kurang tahu aku bah. Gak ingat saya berapa harganya itu. Kalau tak salah, harganya lebih dari seratus ribu. Mereknya, kurang tanda aku bang. Beda merek beda harga, bang. Saya, pada awal belinya waktu itu, gak dapat jumlah banyak. Tanya ke PPKnya aja bang”, sebutnya melalui sambungan telepon seluler, Minggu (10/5/2020).
Sementara, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan alat kesehatan penanganan virus corona, Urat H Simanjuntak, , mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya telah membeli alat rapid test sebanyak 1000 buah. Direncanakan, sebanyak 2000 alat rapid test akan dipesan kembali.
Alat rapid test, kata Urat H Simanjuntak, dibeli seharga Rp195.000,- (seratus sembilan puluh lima ribu rupiah), dari PT GSM (Global Systech Medika) di Jakarta. Untuk pemesanan 2000 alat rapid test lagi, dirinya belum bisa memastikan harganya.
“Yang kemarin, harganya seratus sembilan lima kayaknya, bang. Kalau harga, bervariasi. Kalau yang punyw kita itu, harganya masih yang terendah. Mereknya, EDAN, bang. Rencananya tiga ribu, cuman yang dua ribu lagi belum tahu juga berapa harganya. Apakah masih dapat merek yang sama, atau merek yang lain. Tergantung situasi ketersediaan barang”, ucapnya melalui sambungan telepon seluler.
Disinggung berapa total anggaran yang disediakan dan telah direalisasikan, Urat H Simanjuntak, berdalih belum seluruhnya direalisasikan. Hal itu sebagai penyebab terbatasnya pembelian alat rapid test.
“Belum, belum semua dicairkan. Kita masih tahap pertama, kemarin itu. Kita ini, belum tahu juga bagaimana rencana belanjanya. Karena belum fix juga dari daftar belanja”, katanya.
Urat H Simanjuntak pun mengaku bahwa pembelian 1000 alat rapid test telah diaudit oleh Inspektorat Pemko Pematangsiantar. Namun sampai saat ini, dia belum ada menerima hasil auditnya.
“Belum ada hasil auditnya sampai sekarang. Ini sifatnya masih pendampingan saja dari mereka (Inspektorat). Kita meyakini harga dari distributor. Kalau mau diaudit, Inspektorat tentunya mengaudit ditujukan ke distributor bukan ke kami. Pembelian itu kan dengan sistem pesanan. Meski banyak distributor lain yang menawarkan ke kita, kita belum yakin apakah barangnya tersedia atau tidak. Kalau untuk yang ini, kita kan butuh yang cepat”, pungkasnya.
Menyikapi hal tersebut, sudah selayaknya itu menjadi perhatian serius. Dinas Kesehatan sebagai pihak yang diberi wewenang untuk pembelian alat rapid test, juga menjadi sorotan tajam agar jangan sampai melakukan tindakan korupsi pada masa pandemi ini. Begitu juga dengan kinerja aparat/pegawai Inspektorat yang memiliki kewenangan mengaudit anggarannya. Mereka perlu dipantau supaya tidak bermain-mata dengan anggota tim pengadaan, yang ada di Dinas Kesehatan.(Silok)