Restorasidaily | PEMATANGSIANTAR, SUMATERA UTARA
Tidak terima dengan keputusan Kejaksaan Negeri Pematangsiantar yang menghentikan tuntutan terhadap 4 tersangka yang dituduhkan melakukan penistaan agama, Penasehat Hukum pelapor (Fauzi Munthe) akan melakukan perlawanan hukum yakni mempraperadilkan Kepala Kejaksaan Negeri Pematangsiantar.
Perihal tersebut disampaikan Tim LBH AMANAH HAQ di kantornya, Jalan Ade Irma Suryani, Kelurahan Martoba, Kecamatan Siantar Utara, Kamis (25/02/2010 ) sekira pukul 15.30 WIB.
“kami akan memprapradilkan Kejaksaan Negeri Pematangsiantari, dimana kasus ini sudah P21. Dari segi mana mereka menghentikan perkara ini?. Kalau menurut mereka belum lengkap atau belum P21, ya silakan meminta penyidik kepolisian melengkapinya, bukan menghentikan kasusnya”, ucap Efi Risa Junita SH di hadapan sejumlah wartawan.
Pihaknya, menurut Efi Risa Junita SH juga mempertanyakan dasar hukum penghentian penanganan kasus tersebut. Sebab, pada hari Kamis tanggal 18 Pebruari 2021, sudah dilakukan penyerahan barang bukti dan ke 4 tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pematangsiantar. Dan jika pihak Kejari Pematangsiantar menilai bahwa perkara itu masih kurang bukti atau belum cukup bukti, maka seharusnya Kejari mengembalikan berkas (P-19) kepada penyidik Polres Pematangsiantar, dengan beberapa petunjuk agar penyidik melengkapinya kembali.
“Kita akan mengajukan praperadilan kalau surat penghentian perkara ini sudah sampai di tangan kita, karna sampai sekarang salinannya belum ada sampai ke kita”, sebutnya.
Diutarakan juga, bahwa pada hari Senin tanggal 22 Pebruari 2021 sekira pukul 12.00 WIB, dilakukan Restorative Justice sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15/2020 terhadap saksi pelapor, PH pelapor, para tersangka yang difasilitasi oleh Kasi Pidum Kejari Pematangsiantar, M Chadafi SH, MH, Kasi Datun Erwin Hasibuan dan JPU Rahma Hayati Sinaga, namun tidak tercapai kesepakatan perdamaian.
Namun, pada hari Rabu tanggal 24 Pebruari 2021, Kepala Kejaksaan Negeri Pematangsiantar, Agustinus Wijoyo, menggelar konferensi pers penghentian perkara dengan alasan adanya kekeliruan pada jaksa peneliti serta tidak cukup bukti sesuai Pasal 140 ayat 2 KUHP. Namun ternyata perkara tersebut sejatinya P21A yang artinya berkas sempurna dan lengkap untuk dimajukan ke persidangan.(EP/Nis/Silok)