Restorasidaily | PEMATANGSIANTAR, SUMATERA UTARA
Pelayanan medis di RSUD Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar di bawah kepemimpinan Wali Kota Pematangsiantar, H Hefriansyah, sepertinya selalu diterpa masalah. Walaupun sudah beberapa kali terjadi pergantian Direktur Utama, namun pelayanan medis terhadap para pasien terkhusus pasien Covid 19 justru cenderung tidak manusiawi sehingga mengakibatkan kerugian bagi para pasien dan keluarga pasien.
Data dan informasi diperoleh wartawan Restorasidaily.com, bahwasanya seorang keluarga pasien Covid 19 telah melayangkan surat pengaduan/pelaporan kepada Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (P2P Kemenkes RI), Ketua Satgas Covid 19 Provinsi Sumatera Utara yang juga Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, serta Ketua Satgas Covid 19 Kota Pematangsiantar yang juga menjabat Wali Kota Pematangsiantar, H Hefriansyah.
Pengaduan itu dikarenakan pelayanan kesehatan terhadap pasien Covid 19 bernama M boru Pasaribu, yang diisolasi di ruang Rosela, dianggap tidak manusiawi. Dimana, saat dirawat di ruang isolasi (Rosela), M boru Pasaribu dalam keadaan terpasang alat medis, infuse, nasakanul, patient monitor, dan oksigen.
Pada sekira jam 20.00 WIB, malam tanggal 3 April 2021, keluarga yang
hendak berkunjung dan mengetahui kondisi pasien tersebut, ternyata mendapati pintu ruang rawatan Isolasi ROSELA dalam kondisi tergembok dengan rantai, serta tidak ada seorang perawat pun yang berjaga dalam ruangan tersebut. Pada saat itu, terdapat 6 hingga 8 perawat berada di gedung terpisah dan berkumpul.
Tak hanya itu, ketika M boru Pasaribu sedang muntah, tak seorangpun perawat yang bisa dihubungi untuk dimintai pertolongan. Bahkan keluarga M boru Pasaribu sudah berteriak memanggil perawat.
Pada malam itu juga, keluar M boru Pasaribu melakukan protes dengan pelayanan RSUD Djasmen Saragih. Lalu meminta dipertemukan dengan Kepala Rawat Jaga (Manager Perawatan On Duty) malam itu yaitu
Pak Silalahi.
Sebagaimana telah diketahui sebelumnya dan telah dikonfirmasi oleh
penanggungjawab ruangan isolasi, bahwa ruangan perawatan isolasi tersebut tidak difasilitasi dengan bell pasien, monitor CCTV, dan/atau alat komunikasi lainnya yang diperlukan untuk mengantisipasi keadaan tertentu yang dialami oleh pasien. Serta diketahui juga bahwa Central Monitor Pasien telah rusak.
Kondisi ini dapat diasumsikan merupakan tindakan pengabaian
akan keselamatan pasien, juga merupakan suatu tindak pelecehan terhadap pasien, dengan memperlakukan pasien seperti binatang (tidak manusiawi), dan patut diduga telah melanggar
Perundang-Undangan yaitu:
1. UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang WABAH PENYAKIT MENULAR
2. PP NOMOR 21 TAHUN 2020 TENTANG COVID 19
3. UU NO 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT PASAL 18 TENTANG
HAK PASIEN
4. UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG HAK KONSUMEN
5. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA PASAL 304 TENTANG
6. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN
Plt Dirur RSUD Djasamen Saragih, dr Rumondang Sinaga, enggan memberikan tanggapan. Melalui sambungan telepon seluler, Kamis (15/4/2021), dirinya mencoba mengalihkan pembicaraan dengan menyatakan akan bertanya kepada petugas tentang data pasien Covid 19 yang dirawat pada tanggal 3 April 2021 di ruang Isolasi ROSELA.
“Boru Pasaribu?. Pasien kapan itu?. Kayaknya gak ada Boru Pasaribu di tanggal 3 April 2021. Di tanggal 2 pasiendan 3 April, dua pasien aja nya. Tapi saya tanyakan dulu sama anggota saya ya”, ucap dr Rumondang Sinaga. Namun hingga 30 menit ditunggu, dirinya tak kunjung menelpon kembali.(Silok)