Restorasidaily | PEMATANGSIANTAR, SUMATERA UTARA
Dugaan penyerobotan tanah di depan Taman Hewan Kota Pematangsiantar (THPS) tak kunjung selesai. Padahal, Hendry sebagai pelapor sudah melaporkan dugaan tindak pidana itu sebanyak tiga kali. Dua kali di Polres Pematangsiantar dan satu kali ke Polda Sumut di Medan.
“Sudah ada tiga laporan. Ada yang dilaporkan 4 tahun lalu, tapi belum tuntas. Awal Agustus kemarin, kami juga sudah melapor ke Polda Sumut”, ucap Hendry ditemui di Jalan MH Sitorus, Sabtu (21/8/2021) sekira pukul 16.30 WIB.
Setelah melapor ke Polda Sumut, mereka sudah dimintai keterangan. Rencananya, hari ini, akan dilakukan cek tempat kejadian perkara (TKP).
“Tadi pun beberapa personel Polda Sumut sudah datang”, ujar Hendry.
Namun, sambung Hendry, polisi yang datang tersebut sempat pergi dengan alasan untuk makan siang.
“Kami disuruh tunggu. Tapi, setelah beberapa jam kami tunggu, mereka nggak datang lagi. Kami sangat kecewa”, ungkapnya.
Parahnya, kata Hendry, lewat komunikasi terakhir, oknum polisi itu mengatakan kalau mereka sudah dalam perjalanan menuju Medan. Atas perlakuan oknum polisi itu, Hendry mengaku merasa seakan dipermainkan mentah-mentah.
“Kami hanya rakyat kecil. Kami beli tanah itu secara sah. Kami juga bayar PBB. Tapi, kami hanya dibuat menunggu. Permasalahan ini tidak tuntas-tuntas. Tolonglah beri kami keadilan dan itu menyangkut hak-hak kami selaku pemilik”, sebutnya.
Hendry berharap, aparat penegak hukum, khususnya Polda Sumut untuk bisa menuntaskan kasus tersebut dengan seadil-adilnya.
“Kami minta jangan ada yang ditutup-tutupi. Semua harus terang benderang agar masalah ini tidak panjang,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua RT di kawasan lahan milik Hendry, Jamin mengatakan, sepengetahuan dia, pemilik lahan tersebut adalah keluarga Hendry. Sebab, sambung Jamin, keluarga Hendry yang memiliki sertipikat asli atas lahan tersebut.
“Saya sudah lihat sertipikat milik Pak Hendry. Mereka punya hak atas lahan itu. Hanya Pak Hendry ini yang memperlihatkan sertipikat itu sama saya. Yang lain tidak ada”, terangnya.
Di kesempatan sebelumnya, Hendry sudah menjelaskan secara rinci. Yakni soal histori atas kepemilikan tanah tersebut. Hendry mengungkapkan, tanah seluas 2.900 m2 di Jalan Gunung Simanuk-Manuk, Kelurahan Teladan, Kecamatan Siantar Barat, itu didapat lewat transaksi jual beli antara ibunya.
Dia adalah Ng Sok Ai dengan Adriani Rangkuti di hadapan Notaris Aloina Sinulingga SH, pada 4 April 2001 silam. Transaksi jual beli termuat dalam akta Jual Beli Nomor 43/2001 tanggal 4 April 2001 dan Nomor 44/2001, tanggal 4 April 2001.
Hendry pun menceritakan, tanah seluas 2.900 m2 itu terdiri atas 2 buah Sertifikat Hak Milik (SHM), sertifikat satu SHM No. 7/Teladan a/n Adriani Rangkuti seluas 1.400m2 dan dua SHM No. 49/Kampung Teladan a/n Adriani Rangkuti seluas 1.500m2.
“Keduanya (kedua SHM itu) kemudian dibalik nama, dan kini pemilik sah atas tanah itu adalah ibu saya, Ng Sok Ai”, kata pria yang menetap di Jalan Sutomo, Kelurahan Dwikora, Kecamatan Siantar Barat tersebut menceritakan yang dialaminya beberapa waktu lalu.
Hendry mengingat, di atas tanah memang sebelumnya berdiri bangunan rumah permanen yang menjadi tempat tinggal dari pemilik sebelumnya. Sementara, halaman rumah tersebut sering dipakai oleh masyarakat setempat untuk perparkiran bagi para pengunjung Taman Hewan, terutama pada hari-hari besar.
Selain itu, tanah itu juga sering dipakai untuk acara-acara tertentu yang diadakan oleh Kelurahan Teladan, seperti Acara 17 Agustusan. Dan, tentu untuk setiap acara tersebut, pihak Kelurahan selalu meminta izin dari pemilik.
“Dan, biasanya mereka selalu izin ke kita setiap kali ingin melakukan pinjam pakai lahan”, tandas Hendry.
Lebih lanjut kata Hendry, persoalan muncul sekitar Tahun 2015. Hendry mengatakan, saat itu, tiba-tiba ada bangunan dari papan berdiri tanpa izin.
“Mengetahui hal itu, saya turun langsung ke lokasi dan mempertanyakannya”, papar Hendry. Di sana, Hendry bertemu dengan seorang pria. Oleh pria itu, Hendry disarankan agar datang menemui Lilis Daulay.
Selang beberapa waktu, tepatnya pada 15 September 2016, Hendry didampingi Lurah Teladan, Kamtibmas, Babinsa, dan penasehat hukumnya mengunjungi kediaman Lilis Daulay.” Kebetulan, rumah yang bersangkutan hanya berjarak puluhan meter dari tanah kami”, ucapnya.
Dari penuturan Hendry, ada beberapa sikap Lilis Daulay yang inkonsisten. Dia mengatakan, dalam pertemuan dimana Lurah Teladan, Kamtibmas, Babinsa, dan penasehat hukumnya ikut hadir, Lilis Daulay mengakui bahwa lahan itu bukan miliknya.
“Dalam pertemuan itu, dia mengaku hanya menumpang dan siap meninggalkan lokasi, kapan pun diinginkan,” jelas Hendry. Dari pertemuan itu, lanjut Hendry, Lilis Daulay dalam sebuah surat pernyataan berjanji.
Tak lain akan segera angkat kaki dari tanah miliknya. Persisnya di Jalan Gunung Simanuk-Manuk, dalam tempo sebulan.” Surat pernyataannya lengkap sama kita,” ungkap Hendry, sembari menunjukkan surat pertanyaan dimaksud.
Namun hingga lewat dari tenggat waktu yang diberikan, Lilis Daulay masih saja bergeming. Atas sikap inkonsistensi Lilis, Hendry mengambil tindakan tegas. Lewat kuasa hukumnya, Hendry menempuh jalur hukum.
Lilis Daulay dilaporkan atas kasus penyerobotan tanah ke Polres Kota Pematang Siantar, pada 20 Oktober 2017.Lalu pada 30 Oktober 2017, Hendry diundang pihak Polres Kota Siantar. Saat itu, Hendry diminta untuk menjelaskan kronologi.
Terkait kepemilikan atas tanah dimaksud dan menunjukkan dokumen sah atas lahan di Jalan Gunung Simanuk-manuk.” Sebagai warga negara yang taat hukum, saya jelaskan dan perlihatkan dokumen asli kepemilikan atas tanah kami,” cetus Hendry.
Keesokan harinya pada 31 Oktober 2017, lanjut Hendry, dia kembali dipertemukan dengan Lilis Daulay. Dalam pertemuan kedua itu, Lilis lagi-lagi berjanji akan angkat kaki dan mengosongkan lahan sebelum batas akhir pada 1 Desember 2017.
Janji-janji Lilis itu tertuang dalam surat pernyataan ditandatangani oleh Lilis Daulay serta diketahui oleh Lurah Teladan.” Surat pernyataan Lilis Daulay bersedia mengosongkan lahan sebelum batas akhir 1 Desember 2017, diketahui oleh Lurah Teladan. Masing-masing membubuhkan tanda tangan,” beber Hendry.
Dia mengatakan seluruh bukti-bukti ada padanya. Lalu, Polres Siantar menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan (SP2HP) pada 3 November 2017, dengan alasan perkara telah dihentikan karena telah diselesaikan secara kekeluargaan.
“Tapi, faktanya Lilis Daulay tidak tepat janji. Dia tetap saja menguasai tanah kami,” keluh Hendry. Kesabaran Hendry kembali diuji. Sebab hingga awal Tahun 2021, Lilis Daulay tidak pernah meninggalkan lahan milik orangtuanya. Melihat sikap Lilis Daulay, Hendry tak habis pikir.
Alih-alih berharap persoalan penyerobotan lahan miliknya selesai dengan cara kekeluargaan, justru membuat Hendry makin pusing tujuh keliling. Sikap Lilis Daulay benar-benar membuatnya harus menguras energi ekstra.
“Mediasi sudah, kekeluargaan juga sudah, tapi tetap saja membandel,” gerutu Hendry. Batas kesabaran Hendry pun akhirnya habis. Selaku putra pemilik sah atas lahan di Jalan Gunung Simanuk-Manuk yang saat ini ditempati Lilis Daulay.
Maka Hendry kembali membuat laporan pengaduan ke Polres Siantar. Dalam laporannya dengan Nomor: STTLP/85/III/2021, tertanggal 15 Maret 2021, Hendry menyebutkan Lilis Daulay telah melakukan penyerobotan tanah milik orangtuanya.
Dalam perkara tersebut, Lilis Daulay diduga telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 167 dari KUHP. Di sisi lain, Hendry mendapat kabar jika Lilis Daulay malah mau menguasai. Melalui kuasa hukumnya, Lilis Daulay menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. (Tim)