Restorasidaily | Simalungun, SUMATERA UTARA
Sebanyak 237 Penyuluh Agama di lingkup Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Simalungun diduga menjadi korban pungutan liar. Mereka disebut -sebut diwajibkan menyetor uang amprah gaji sebesar Rp 50.000, setiap bulan. Jika tidak menyetor, gaji mereka terancam tidak akan dibayarkan.
Tak hanya itu, beberapa hari lalu, mereka diwajibkan menandatangani pernyataan bahwa tidak ada memberikan apapun baik berupa uang dan lainnya kepada pegawai/pejabat di Bagian Penyelenggara Zakat dan Wakaf di Kantor Kemenag Simalungun. Padahal, aksi pungutan liar itu sudah berlangsung beberapa tahun sejak Kepala Kantor Kemenag Simalungun dijabat H Sakoanda Siregar SAg yang saat ini menjabat Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Batubara.
Seorang Penyuluh Agama Kecamatan Purba, Eko Putra Sari, merasa kesal atas kebijakan Kepala Seksi Penyelenggara Syariah (Zakat dan Wakaf) Kantor Kemenag Simalungun, Ghozali Nasution, yang meminta para penyuluh agama menandatangani pernyataan tidak ada memberikan uang dan lainnya kepada pegawai Bagian penyelenggara zakat dan wakaf.
“sebenarnya ada disuruh. Itu masih saya tahan bang. Setelah saya tahu segala macam duduk permasalahannya, kayaknya gak ada keterbukaan. Gak berani saya menandatanganinya. Artinya selama ini, saya pikir kalau ditanya semua penyuluh, kalau gak ngasih amprah itu semacam ada diminta. Kalau gak ada ngasih, ditagih. Yang sering, pegawai yang di kantor itu, penyelenggara syariah”, kata Eko Putra Sari saat dihubungi melalui telepon seluler, beberapa hari lalu.
Eko Putra Sari menambahkan, untuk memuluskan aksi pungli terhadap para penyuluh agama, oknum pegawai di Bagian Penyelenggara Syariah menyebut, uang tersebut untuk infaq membeli sejumlah keperluan kantor seperti kertas dan lainnya.
Eko Putra Sari juga mengaku, pernah menemui Kasi Penyelenggara Syariah, Ghozali Nasution, untuk memprotes penyetoran uang amprah gaji selama 6 bulan sejumlah Rp300.000. Saat itu, dirinya mampu memberikan uang amprah sebesar Rp150.000, kepada oknum pegawai tersebut.
“saya dulu sempat gak ngasih. Cuman ditagih. Saya melawan di situ, artinya gak saya kasih. Imbasnya, sempat saya gak buat laporan, gaji saya gak dikasih hampir setahun. Saya biarkan. Terus kawan-kawan lain bilang, sudah lah Ko, nama saya kan Eko, ikutin aja alurnya, ikutin aja sistemnya.. Cuma jelek kali pak, kita kerja di bagian kayak gini, kita rata-rata dipanggil guru ngaji. Terakhir amprah, saya nitip kawan. Jumlahnya setiap bulan, Limpol liimpol (lima puluh ribu rupiah,red)”, ungkapnya.
Sementara, Kasi Penyelenggara Syariah (Zakat dan Wakaf) Kantor Kemenag Simalungun, Ghozali Nasution, membantah pengakuan Eko Putra Sari tersebut. Menurut Ghozali Nasution, pihaknya tidak ada meminta para penyuluh agama memberikan uang amprah gaji sebesar Rp 50.000 kepada oknum pegawainya.
“tidak ada itu bang”, jawabnya singkat saat ditemui di ruangan kerjanya.
Ditanya tentang apa yang melatar-belakangi pembuatan pernyataan bahwa tidak ada pemberian uang dan lainnya kepada para penyuluh agama, Ghozali Nasution tak berkenan menjelaskannya.(Silok)