Restorasidaily | SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA
Pabrik kerupuk CV Sedap Jaya di Nagori Karang Rejo, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, telah beroperasi puluhan tahun lamanya. Keuntungan puluhan bahkan ratusan juta yang diperoleh setiap bulannya, pastinya dikarenakan adanya sumbangsih sebagian masyarakat Kabupaten Simalungun yang bekerja maksimal untuk meningkatkan produksi pabrik tersebut.
Namun sangat miris rasanya ketika pemilik usaha CV Sedap Jaya, Akim (38), terkesan tak berperikemanusiaan karena mengabaikan hak-hak para pekerja, mulai dari hak pemberian gaji hinga hak jaminan sosial yang telah diamanahkan Pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan sesuai Undang-undang yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan penelusuran wartawan Restorasidaily.com, Jumat (14/1/2022), Akim mempekerjakan 130 orang di pabrik yang memproduksi berbagai jenis kerupuk tersebut. Informasi dari Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Pematangsiantar, Akim mendaftarkan hanya 14 orang sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Diduga, Akim telah mengelabui data jumlah pekerja pabrik kerupuk miliknya di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Pematangsiantar, karena tidak sesuai dengan jumlah pekerja yang membantunya memperoleh keuntungan setiap tahunnya.
Hal itu juga diakui beberapa pekerja yang diwawancarai wartawan media ini. Menurut mereka, hanya beberapa pekerja di bagian administrasi (kantor), gudang dan transportasi saja yang didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Itupun, bagi mereka yang telah bekerja dalam kurun waktu di atas 5 tahun. Namun untuk pekerja di bawah 5 tahun, tak seorangpun memperoleh hak tersebut.
“kalau aku dan kawan ku ini sudah bekerja lebih setahun bang. Kami gak dapat hak jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan. Tapi kalau bapak ini, sudah bekerja lebih lima tahun sudah didaftarkan. Pekerja di sini jumlahnya seratus tiga puluh orang, bang”, sebut seorang pekerja yang diamini oleh dua pekerja lainnya.
Selain tak memperoleh hak jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan, para pekerja rata-rata berstatus Tenaga Harian Lepas (THL) yang setiap hari bekerja di bagian produksi kerupuk. Seluruh pekerja diberi gaji (upah) sebesar Rp60 ribu per orang, yang disinyalir tak sesuai dengan ketentuan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Simalungun sebesar Rp2,6 juta.
Akim yang coba dikonfirmasi melalui sambungan telepon seluler, enggan menjawabnya. Begitu juga dengan pesan WhatsApp yang dikirim ke ponselnya, tak kunjung dibalasnya.(Silok)