Restorasidaily | PEMATANGSIANTAR
Ada yang menarik untuk ditelusuri terkait nasib Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Al-Wasliyah Jalan Sipirok 21, Kota Pematangsiantar, yang disebut-sebut sedang berada di ujung tanduk. Ternyata, sejak dua tahun lalu tepatnya pada tanggal 29 Maret 2017, oknum Kepala Sekolah bernama Abdus Salam SAg bersama puluhan guru dan pegawai telah menandatangani surat permohonan pindah untuk bergabung ke Yayasan Perguruan MESRA di Kelurahan Timbang Galung, Kecamatan Siantar Barat.
Bahkan, surat permohonan yang menggunakan stempel resmi yang lazim dipergunakan untuk kepentingan operasional MAS Al-Wasliyah, pun disinyalir akan dijadikan “senjata ampuh” bagi pihak-pihak yang menginginkan sekolah tersebut dibawah kendali Yayasan Perguruan MESRA.
Ditemui di depan gedung MAS Al-Wasliyah, Senin (12/8/2019) sekira jam 10.30 WIB. Abdus Salam SAg mengaku ikut menandatangani surat permohonan bergabung ke Yayasan Perguruan MESRA. Namun ketika ditanya siapa yang menuyuruh dan hal apa yang menjadi alasannya, dirinya enggan memberikan pernyataan.
“benar saya tandatangan. Maaf saya gak siap menjawab siapa yang menyuruh ataupun apa latar-belakangnya. Jabatan kepala sekolah itu kan tugas tambahan, sekarang saya jadi guru biasa. Selama saya menjabat, saya bertanggungjawab secara kolektif kepada pengurus tanah wakaf, majelis penyantun, organisasi al-wasliyah dan kementrian agama”, ungkapnya sembari mengaku mengetahui surat perjanjian penyerahan tanah wakaf untuk pengelolaan lahan dan gedung tersebut, dari Alm Arifin Tanjung.
Sementara, salah seorang guru bernama Muhammad Hamdani SPdI mengatakan bahwa ada beberapa hal yang melatar-bekakangi penandatanganan surat permohonan itu. Diantaranya, sepengetahuan dirinya lahan dan gedung bukan milik Al-Wasliyah. Sesuai informasi yang diterimanya dari seorang pegawai pengawas madrasah di Kementrian Agama Kota Pematangsiantar berinisial SL, surat dan izin operasional sekolah bisa diterbitkan apabila lahan dan gedung memiliki kesamaan dengan nama sekolahnya.
Tak hanya itu, dirinya bersama guru dan pegawai lainnya merasa adanya tindak penzoliman, seperti upaya mengganti jabatan kepala sekolah yang diemban oleh oknum berinisial AL.
“kalau sesuai sistem kependidikan al-wasliyah, pergantian kepala sekolah itu harus melalui rapat dewan guru. Dan penggantinya kan harus dari guru-guru yang ada. Tapi itu tak dilakukan. Guru-guru solid, membuat pernyataan dan menandatangani surat permohonan itu”, paparnya.
Hamdani juga menegaskan, pendirian sekolah MAS Al-Wasliyah berawal dari surat perjanjian yang dilakukan oleh 6 orang pada Tahun 1994 silam. Namun dirinya menampik adanya kalimat Al-Wasliyah di dalam akte notaris pendirian Majelis Penyantun Madrasah Muslimat Al Jamiyatul Wasliyah Pematangsiantar di Kelurahan Timbang Galung.
“pernah saya baca, di akte notaris tidak ada nama al-wasliyah sama sekali. Tapi karena izin operasionalnya kan masih berjalan, karena belum berakhir makanya masih berjalan. Selama ini baik-baik aja. Karena ada sikap mereka itu aja, membuat kita resah”, ucap Hamdani yang juga mengaku sempat berwacana untuk menggerakkan para sisiwa melakukan aksi unjuk rasa jika terjadi pemecatan terhadap para guru, pegawai ataupun oknum kepala sekolah.
Pernyataan Hamdanj terkait nama Al-Wasliyah di akte notaris pendirian majelis penyantun, sepertinya mengada-ada. Padahal, organisasi yang beranggotakan 5 orang pengurus itu, memiliki tugas dan tanggungjawab serta menjamin keberlangsungan kegiatan-kegiatan usaha Al Jamiyatul Wasliyah Ranting Kelurahan Timbang Galung. Begitu pula dengan upaya menggalang aksi bersama para murid, patut diapresiasi secara serius oleh pihak yang memiliki kewenangan agar wacana itu tidak meluas yang dapat menimbulkan pandangan negatif di kalangan masyarakat. (Sil)