Restorasidaily | Pematang Siantar, SUMATERA UTARA
Menyedihkan. Mungkin kata tersebut pantas diucapkan bagi kondisi Sekolah Islam seperti Madrasah Ibtidaiyah Swasta dan Raudhatul Athfal (TK) di bawah naungan Kantor Kementerian Agama Kota Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara.
Para Kepala Madrasah Ibtidaiyah Swasta dan Raudhatul Athfal (TK) terkhusus yang minim jumlah muridnya, diwajibkan menyetor uang sejumlah Rp 1.500.000, untuk biaya rapat koordinasi operator Aplikasi EMIS (Education Management Information System) di Parapat , Danau Toba, Kabupaten Simalungun, Senin – Rabu (16 – 18 Oktober 2023) kemarin.
Bahkan ironisnya, untuk memuluskan kutipan biaya rapat kepada para Kepala Madrasah Ibtidaiyah Swasta dan Raudhatul Athfal (TK), Seksi Pendidikan Madrasah (Penmad) Kemenag Pematang Siantar memakai jasa beberapa oknum kepanitiaan dengan menyertakan undangan rapat tanpa adanya tanda tangan Kasi Penmad, Fadilah.
Melalui sambungan telepon seluler, Sabtu (20/10/2023), seorang Kepala Madrasah yang identitasnya dirahasiakan mengatakan, rapat koordinasi Operator EMIS SE Kota Pematang Siantar sejatinya tidak perlu dilakukan di Kota Parapat, Danau Toba, Kabupaten Simalungun, dengan pembebanan biaya kepada sekolah sejumlah Rp1.500.000. Seharusnya pihak Penmad Kemenag Pematang Siantar, menurutnya, cukup melaksanakan rapat tersebut di Kantor Kemenag Pematang Siantar.
“untuk apa ada ruangan bangunan Kantor Kemenag Pematang Siantar?. Kenapa di Parapat dilaksanakan rapat koordinasi operator itu?. Kami, para Kepala Madrasah dan terkhususnya Raudhatul Athfal sangat terbebani. Kasihan kondisi sekolah Raudhatul Athfal yang minim muridnya, hanya sekian rupiah menerima Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) berdasarkan jumlah murid, lalu harus mengeluarkan uang sebesar itu. Mohon kiranya ini disuarakan pak”, ucapnya,
Hal senada juga disampaikan seorang Kepala Raudhatul Athfal (TK) m, yang identitasnya juga tak disebutkan menyatakan, penetapan biaya Rp1.500.000, bukan hasil kesepakatan bersama para Kepala Madrasah dan RA. Itu diduga merupakan kebijakan Seksi Penmad Kemenag Pematang Siantar yang langsung disampaikan oleh panitia rapat.
“gak ada dibahas untuk kesepakatan bersama bang. Biasanya panitia yang ucapkan langsung biayanya, mungkin sudah arahan Penmad Kemenag Pematang Siantar, bang. Kayak kami RA yang muridnya belasan atau dua puluhan, sangat berat sebenarnya untuk mengeluarkan uang sebanyak itu untuk kegiatan rapat di Parapat. Tapi mau gimana lagi, karena kata oknum panitia, ikut atau tidak ikut wajib bayar”, ungkapnya.
Kasi Penmad Kemenag Pematang Siantar, Fadilah, saat dikonfirmasi menyebut bahwa penetapan biaya rapat merupakan kesepakatan bersama para kepala sekolah saat rapat sebelumnya. Fadilah juga menjelaskan, panitia rapat koordinasi operator EMIS bekerja berdasarkan SK Penugasan dari Kantor Kemenag Pematang Siantar.
Namun saat ditanya bukti SK Penugasan para panitia, serta kenapa di surat undangan tidak tertera stempel dan tangan pihaknya selaku penanggungjawab rapat, Fadilah enggan menanggapinya.
“sdh kami bicarakan saat rapat dgn para kepala madrasah bln sebelum kegiatan. Ga ada oknum panitia. Semua sdh disepakati oleh kepala madrasah. Mrk bekerja berdasarkan surat tugas dr Kemenag. Klu sdh ada surat tugas dr kemenag, mk itu artinya panitia diberikan kewenangan utk bertindak sesuai surat tsb. Yg penting tetap berkolsultasi. Kan ga hrs semua nya saya berikan ke bpk. Fahami laa tusi kita masing2”, kata Fadilah melalui pesan WhatsApp.
Sementara, Bendahara Panitia Rapat Koordinasi Operator EMIS Kemenag Pematang Siantar, Henny Safithri SPd membenarkan pembebanan biaya Rp1.500.000 kepada setiap operator EMIS yang ditanggung masing-masing sekolah.
“iya benar. Satu juta lima ratus ribu per operator sekolah. Itu kesepakatan antara panitia dengan kepala sekolah. Ada rapat sebelumnya yang juga dihadiri Penmad, Pak Fadilah. Iya diketahui beliau”, ujar Kepala Raudhatul Athfal Aisyiyah Jalan Farel Pasaribu tersebut.(Silok)